Senin, 17 Februari 2025

BAB 2

 

BAB II

DASAR TEORI

 

2.1        Definisi Minyak Atsiri

Minyak atsiri, yang juga dikenal sebagai essential oils, etherial oils, atau volatile oils, adalah komoditi berupa ekstrak alami dari berbagai jenis tumbuhan seperti daun, bunga, kayu, biji-bijian, hingga putik bunga. Minyak atsiri merupakan cairan volatil yang dihasilkan dari berbagai bagian tumbuhan dan memiliki aroma khas. Minyak ini sering digunakan dalam industri kosmetik, farmasi, aromaterapi, serta pengobatan tradisional (Rahmawati, 2020).

 

Mampu Menurunkan Kolesterol dan Gula Darah, Ketahui Manfaat Daun Beluntas  yang Sering Dijadikan Lalapan - Semua Halaman - Kids

Gambar 2.1 Daun Beluntas (Grid.ID)

 

Minyak atsiri menangkap aroma dan rasa, atau “esensi” dari tumbuhan, seperti akar, batang, bunga, buah-buahan, dan kulit kayu. Senyawa aromatik unik yang terkandung di dalamnya memberikan esensi khas pada setiap minyak atsiri. Senyawa utama yang biasanya ditemukan dalam minyak atsiri adalah monoterpen dan seskuiterpen. Dalam daun beluntas, minyak atsiri memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan yang signifikan (Wijaya & Setiawan, 2023).

Proses pembuatan minyak atsiri sangat penting. Minyak atsiri biasanya diperoleh melalui penyulingan menggunakan uap atau air, atau melalui metode mekanis seperti pengepresan dingin. Setelah senyawa aromatik diekstraksi, bahan tersebut digabungkan dengan minyak pembawa untuk menghasilkan produk yang siap digunakan. Namun, minyak atsiri yang diperoleh melalui proses kimia tidak dianggap sebagai minyak atsiri murni (West Hellen, 2019).

Minyak atsiri banyak digunakan dalam praktik aromaterapi, di mana minyak ini dihirup melalui berbagai metode. Selain itu, minyak atsiri juga dapat diaplikasikan ke kulit, di mana bahan kimianya dapat berinteraksi dengan tubuh untuk memberikan efek relaksasi dan manfaat lainnya. Namun, minyak atsiri tidak untuk dikonsumsi secara langsung. Dengan keunikannya, minyak atsiri memiliki potensi luas untuk dimanfaatkan di berbagai bidang, termasuk dalam produk kecantikan dan kesehatan (Rahmawati, 2020).

 

2.2        Tanaman Beluntas

2.2.1       Pengertian Daun Beluntas

Daun beluntas (Pluchea indica) adalah bagian dari tanaman semak yang sering kita jumpai di lingkungan sekitar, terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman ini memiliki ciri khas berupa daun yang berbulu lembut dan sering digunakan sebagai lalapan atau bahan dalam pengobatan tradisional. Daun beluntas memiliki aroma yang khas dan rasa yang sedikit pahit.

 

2.2.2       Klasifikasi Tanaman Beluntas

 

Tabel 1. Klasifikasi ilmiah daun beluntas

Kingdom (Kerajaan)

Plantae (Tumbuhan)

Diviso

Magnoliophyta  (Tumbuhan berbunga)

Classis

Magnoliopsida (Dikotil)

Ordo

Asterales

Familia

Asteraceae (Famili bunga matahari)

Genus

Pluchea

Spesies

Pluchea indica

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.2.3       Morfologi Daun

Daun Pluchea indica (L.) Less. Sederhana dan berselang seling bentuk Membulat seperti telur dengan lebar 2,5 – 8. Dengan puncak melancip (mukronat) dengan tepi bergerigi. Daun tanaman beluntas aromatik pada saat dihancurkan (Valkenburg dan Bunyapraphatsara, 2001:441).

Daun beluntas berwarna hijau terang, permukaan daunya bagian bawah dan atas terdapat rambut – rambut berwarna putih yang merupakan modifikasi dari jaringan epidermis yaitu trikoma daun. Daun bertangkai pendek dengan Panjang kurang lebih sekitar 1 cm. Daun beluntas letaknya berselang-seling, berbentuk bulat sungsang. Ujung daunya runcing. Tepi daun bergerigi. Pangkal daunya tumpul. Susunan tulang daunya menyirip. Helaian daunya oval. Daging daunya perkamen atau perkamenteus (Susetyarini; dkk, 2019:1).

 

2.2.4       Morfologi Batang

Tumbuhan beluntas memiliki batang yang jelas, jenis batang yang berkayu (Lignosus) yaitu batang yang keras, kuat berkayu. Batang beluntas tidak terlalu besar, keras karena berkayu pada batang yang sudah atau pada bagian bawah tumbuhan. Batang beluntas berbentuk bulat (teres), permukaan batangnya berambut, arah tumbuhnya batang tegak lurus ke atas, dengan banyak percabangan dan batang utama selalu lebih besar dibandingkan percabangannya (monopodial) (Susetyarini; dkk, 2019:7).

 

2.2.5       Khasiat

Dikutip dari jurnal Nadya Lituhayu dkk. daun beluntas juga dikenal mampu menghilangkan bau badan, menurunkan demam, meningkatkan nafsu makan, meluruhkan keringat, serta mengatasi nyeri, diare, dan keputihan.

Bagian – bagian tanaman Pluchea indica (L.) Less memiliki khasiat yang digunakan sebagai obat tradisional, di antaranya: Negara Malaysia, Indo-Cina dan India rebusan daun, atau daun segar yang dihancurkan atau akar P. Indica digunakan terutama sebagai obat penurun panas. Indonesia dan Malaysia, daun beluntas juga digunakan sebagai obat perut, pelancar ASI, dan obat batuk. Jus dari daun yang dihancurkan dicampur dengan jus tanaman lain digunakan sebagai obat untuk disentri. Infus daun biasanya dalam kombinasi dengan bahan lain yaitu diberikan ketika keputihan. Rebusan daun dan batangnya diminum untuk meredakan asma dan masalah paru lainnya biasanya digunakan di Papua Nugini. Negara Indonesia biasanya mencampur dengan bahan-bahan lain kemudian dijadikan tapal yang merupakan obat penenang yang efektif terhadap kelemahan setelah diare, terhadap bisul dan luka (Godofredo, 2020).

 

2.2.6       Kandungan

Daun beluntas mengandung berbagai senyawa kimia, termasuk alkaloid (0,316%), tanin (2,351%), dan flavonoid (4,18%). Flavonoid adalah komponen terbanyak dalam minyak daun beluntas. Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh M. I. Fitriansyah dan r. B. Indradi, terdapat 26 jenis flavonoid ditinjau dari aktivitas farmokologi. Flavonoid adalah komponen terbanyak dalam minyak daun beluntas. Minyak daun beluntas mengandung flavonoid seperti apigenin, luteolin, krisoeriol, dan kuersetin.

 

2.3        Proses Destilasi

Destilasi adalah pemisahan komponen-komponen di dalam suatu campuran, membuat suatu kenyataan bahwa beberapa komponen lebih cepat menguap daripada yang lain. Jika uap terbentuk dari suatu campuran, maka uap ini mengandung komponen asli campuran, akan tetapi dalam proporsi yang ditentukan oleh daya menguap komponen tersebut (Nurul Qiftiyah, 2013).

 

2.3.1       Destilasi Air dan Uap (water and steam destilation)

Dikutip dari laporan parktikum Enjani K. Sari dkk., Metode ini disebut juga dengan sistem kukus. Pada metode pengukusan ini, bahan diletakkan di atas piringan atau plat besi berlubang seperti ayakan (saringan) yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air. Saat air direbus dan mendidih, uap yang terbentuk akan melalui sarangan lewat lubang-lubang kecil dan melewati celah-celah bahan. Minyak atsiri dalam bahan pun akan ikut bersama uap panas tersebut melalui pipa menuju ketel kondensator (pendingin). Selanjutnya, uap air dan minyak akan mengembun dan ditampung dalam tangki pemisah. Pemisahan air dan minyak atsiri dilakukan berdasarkan berat jenis. Keuntungan dari metode ini yaitu penetrasi uap terjadi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100°C. Lama penyulingan relatif lebih singkat, rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan miyak hasil dari sistem penyulingan dengan air (Lutony, 2000).

BAB 3 BELUNTAS

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

3.1        Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pendekatan kuantitatif-kualitatif, yang mencakup studi literatur, praktik penyulingan daun beluntas, serta analisis hasil yang diperoleh. Selain itu, uji organoleptik dilakukan kepada responden untuk menilai karakteristik sensoris dari hasil penyulingan. Pendekatan ini memungkinkan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap proses penyulingan dan kualitas produk yang dihasilkan.

 

3.2           Tempat dan Waktu penelitian

3.2.1       Tempat Penelitian

Proses penyulingan minyak atsiri yang berasal dari daun beluntas dilaksanakan di SMA Cendekia Sidoarjo, di mana kegiatan ini bertujuan untuk mengekstraksi minyak dari daun melalui teknik destilasi yang telah difasilitasi sekolah.

 

3.2.2      Waktu Penelitian

Penelitian diawali dengan tahap pengeringan yang berlangsung dari 23 November hingga 28 November 2024 di SMA Cendekia Sidoarjo. Setelah tahap ini selesai, proses penyulingan dilakukan pada 28 November hingga 29 November 2024 sebagai langkah berikutnya dalam penelitian.

 

3.3  Alat dan Bahan

3.3.1     Alat:

1)               Barometer dan termometer

2)               Botol kaca

3)               Buret

4)               Corong kaca

5)               Erlenmeyer

6)               Gelas ukur

7)               Klem

8)               Ketel penyulingan

9)               Kompor

10)            Kondensor

11)            Pipet

12)            Pompa air

13)            Selang air

14)            Statif

 

3.3.2     Bahan:

1)              Air

2)              Daun beluntas

3)              Gas minyak (LPG)

 

3.4           Rancangan Percobaan

Berikut ini merupakan rancangan percobaan yang digunakan oleh penulis sebagai dasar dalam pelaksanaan penelitian ini.

 

(gambar)

 

3.5           Prosedur Kerja

1)              Tahap pertama dimulai dengan proses pengeringan daun beluntas sebanyak kurang lebih 5 kg. Pengeringan ini disarankan berlangsung selama lebih dari tiga hari untuk memastikan kadar air dalam daun berkurang secara optimal, sehingga hasil minyak atsiri yang diperoleh lebih maksimal.

2)              Setelah daun kering siap untuk diproses, langkah berikutnya adalah melepas rangkaian alat destilasi. Pada tahap ini, kondensor dikencangkan dengan klem agar tetap stabil selama proses penyulingan berlangsung, kemudian ketel penyulingan dilepas untuk dilakukan pengisian air.

3)              Ketel penyulingan kemudian diisi dengan air sebanyak 6 liter sebagai media utama dalam proses destilasi.

4)              Daun beluntas yang telah mengalami proses pengeringan selanjutnya dimasukkan ke dalam ketel penyulingan hingga kapasitasnya terisi penuh. Hal ini bertujuan untuk memastikan jumlah bahan baku yang digunakan sesuai dengan kapasitas alat, sehingga proses ekstraksi minyak atsiri dapat berjalan dengan efisien.

5)              Setelah bahan dan air telah dimasukkan ke dalam ketel, rangkaian alat penyulingan dipasang kembali seperti semula. Pompa air kemudian dinyalakan agar sistem pendingin dapat bekerja secara optimal. Selain itu, buret yang digunakan dalam proses pemisahan minyak atsiri diisi dengan sedikit air sebagai langkah persiapan sebelum proses destilasi dimulai.

6)              Selanjutnya, kompor dinyalakan dengan api besar untuk mempercepat pemanasan ketel penyulingan. Ketika suhu mencapai 100°C, intensitas api pada kompor dikurangi agar proses destilasi berlangsung secara stabil. Proses ini berlangsung selama kurang lebih 7 hingga 8 jam, di mana uap minyak atsiri dari daun kayu putih akan terbentuk dan terkondensasi dalam sistem penyulingan.

7)              Setelah proses destilasi selesai, kompor dimatikan untuk menghentikan pemanasan pada ketel penyulingan.

8)              Langkah berikutnya adalah membuka buret secara perlahan untuk memisahkan hidrosol dengan minyak atsiri yang telah diperoleh selama proses destilasi. Pemisahan ini dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi pencampuran kembali antara minyak dan air.

9)              Setelah seluruh proses penyulingan selesai dan suhu dalam sistem mulai menurun, pompa air dimatikan untuk menghentikan aliran air pendingin dalam kondensor. Hal ini dilakukan setelah memastikan bahwa pipa kondensor telah mendingin sepenuhnya.

10)           Setelah semua tahapan selesai, alat destilasi dibersihkan agar dapat digunakan kembali dalam kondisi optimal untuk percobaan selanjutnya.

11)           Tahap terakhir adalah pengukuran hasil rendemen minyak atsiri yang telah diperoleh. Pengukuran ini dilakukan menggunakan gelas ukur dan pipet untuk mengetahui volume minyak yang berhasil diekstraksi dari daun kayu putih, sehingga efektivitas proses penyulingan dapat dievaluasi.

 

3.6            Metode Penelitian

Dalam proses pengumpulan data, penulis melaksanakan penelitian pada tanggal 12 November hingga 29 November 2024. Penelitian ini menggunakan bahan utama berupa daun beluntas yang telah mengalami pengeringan selama lebih dari lima hari menggunakan metode pengeringan udara (air-drying). Setelah pengeringan selesai, daun beluntas kemudian diekstraksi melalui metode penyulingan dengan kombinasi uap dan air. Seluruh rangkaian proses penyulingan ini dilakukan di lingkungan SMA Cendekia Sidoarjo.

Selain itu, untuk mengevaluasi karakteristik hasil minyak atsiri yang diperoleh, penulis juga melakukan uji organoleptik dengan melibatkan seluruh siswa di SMA Cendekia. Uji ini bertujuan untuk menilai aspek sensorik, seperti aroma dan warna minyak atsiri, guna mengetahui kualitas minyak yang dihasilkan berdasarkan persepsi para responden.

BAB 2

  BAB II DASAR TEORI   2.1          Definisi Minyak Atsiri Minyak atsiri, yang juga dikenal sebagai essential oils, etherial oils, a...